Skizofrenia

Skizofrenia


















Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal.[1]
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.
75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Daftar isi

Gejala

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain
  1. ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh.
  2. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).
  3. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi.
  4. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
  1. Gejala-gejala Positif
    Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
  2. Gejala-gejala Negatif
    Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.
Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doktor ilmu matematika dan pemenang hadiah Nobel 1994 yang mengilhami film A Beautiful Mind, membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.

Organisasi Pendukung

Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia(KPSI) adalah sebuah komunitas pendukung Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan keluarganya yang memfokuskan diri pada kegiatan mempromosikan kesehatan mental bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberhasilan ODS dalam pemulihan sangat tergantung kepada pemahaman keluarga tentang skizofrenia.
Komunitas ini juga bertujuan memberikan informasi tentang skizofrenia yang tepat kepada masyarakat guna memerangi stigma negatif terhadap ODS. Orang Dengan Skizofrenia sama sekali tidak membahayakan, bahkan mereka sangat membutuhkan dukungan semua orang. Dengan adaptasi yang tepat, mereka juga dapat bekerja dengan baik seperti orang normal.
Kegiatan penting yang dilakukan komunitas ini adalah menterjemahkan swadaya atas artikel-artikel penting tentang skizofrenia dan panduan-panduan keluarga. Kegiatan edukasi berupa kopi darat juga dilakukan untuk saling berbagi pengalaman antar keluarga maupun narasumber. Rencananya KPSI juga akan menerbitkan buku kisah sejati tentang dukungan keluarga.

Rumah Sakit

BALI RS Jiwa Pusat Bangli Alamat : Jl. Kusumayuda Bangli
RS. Jiwa Bina Atma Alamat : Jl. Cokroaminoto Km 5, Denpasar Telp : (0361) 425744 Faksimile : (0361) 427323
Rumah Sakit Jiwa Bandung Alamat : Jl.L.L.R.E Martadinata No. 11, Bandung Telp : (022) 4203651 Fax : (022) 4205447
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. H. B. Saanin Padang Alamat : l. Ulu Gadut Kec. Pauh Padang, Sumatera Barat Telp : (0751) 72001 Fax : (0751) 71379
Rumah Sakit Grhasia Provinsi DIY, Jl. Kaliurang KM.23 Sleman Yogyakarta

Membongkar 13 mitos  Skizofrenia
Sudah rahasia umum untuk mengatakan bahwa tidak ada gangguan mental yang lebih terselubung misteri, kesalahpahaman dan ketakutan dari skizofrenia . Mitos yang setara “kusta di era modern” itu perumpamaan yang disebut psikiater riset terkenal E. Fuller Torrey, MD, mengacu pada skizofrenia dalam bukunya yang sangat bagus, Surviving Schizophrenia: A Manual for Families, Patients, and Providers.
Sementara 85 persen orang Amerika mengakui bahwa skizofrenia adalah gangguan, hanya 24 persen yang benar-benar akrab dengan istilah itu. Dan menurut survei 2008 oleh Aliansi Nasional Penyakit Mental (Nami), 64 persen tidak dapat mengenali gejala-gejala atau berfikir kalau gejala-gejala itu termasuk golongan “Split personality” atau kepribadian ganda. (Padahal sama sekali bukan)
Selain dari ketidaktahuan, gambaran-gambaran penderita skizofrenia yang agresif, sadis sangat banyak sekali di media. Stereotip seperti itu hanya memperburuk stigma dan menyapu bersih setiap serpihan simpati terhadap individu yang menderita penyakit ini, tulis Dr Torrey.
Stigma memiliki konsekuensi negatif yang mematikan. Karena ini dikaitkan dengan berkurangnya kesempatan perumahan layak dan kesempatan kerja, kualitas hidup berkurang, rendah harga diri dan gejala lebih lanjut dan stres (lihat Penn, Chamberlin & Mueser, 2003).
Jadi sedih sekali orang dengan skizofrenia yang sedang menderita penyakit yang dahsyat. Tapi mereka juga harus berhadapan dengan kebingungan, rasa takut dan jijik orang lain. Apakah seseorang yang Anda cintai telah skizofrenia atau Anda hanya ingin mempelajari lebih lanjut, mendapatkan pemahaman yang lebih baik, itu merupakan sebuah bantuan untuk membongkar mitos penyakit ini dan merupakan bantuan besar untuk mereka yang menderita skizofrenia.
Di bawah ini adalah beberapa mitos yang umum – diikuti dengan fakta yang sebenarnya – tentang skizofrenia.
1. Individu dengan skizofrenia semua memiliki gejala yang sama.
Pertama, ada berbagai jenis skizofrenia. Bahkan orang yang didiagnosis dengan subtipe skizofrenia yang sama sering terlihat sangat berbeda. Skizofrenia adalah “cakupan orang dan masalah yang sangat-sangat besar,” kata Robert E. Drake, MD, Ph.D, profesor psikiatri dan komunitas dan kedokteran keluarga di Dartmouth Medical School.
Sebagian dari alasan bahwa skizofrenia begitu misterius adalah karena kami tidak dapat menempatkan diri dengan benar-benar pas pada posisi seseorang dengan gangguan tersebut. Cukup sulit untuk membayangkan bagaimana rasanya menjadi orang yang memiliki skizofrenia. Semua orang mengalami kesedihan, kecemasan dan kemarahan, tetapi skizofrenia tampaknya berada begitu jauh di luar bayangan perasaan dan pengertian kami. Ini dapat membantu untuk menyesuaikan perspektif kita. Dr Torrey menulis:
Mereka yang tidak memiliki penyakit ini harus bertanya kepada diri sendiri, misalnya, bagaimana kita akan merasa jika otak kita mulai memainkan tipuan pada kita, jika suara-suara tak terlihat berteriak pada kita, jika kita kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi, dan jika kita kehilangan kemampuan untuk berpikir secara logis.
2. Orang dengan skizofrenia berbahaya, sukar diprediksi dan tak terkendali.
“Ketika penyakit mereka dirawat dengan pengobatan dan intervensi psikososial, orang dengan skizofrenia(ODS) tidak lebih kasar daripada masyarakat umum,” ujar Dawn I. Velligan, Ph.D, Professor dan co-direktur Divisi Skizofrenia dan Gangguan Terkait di Departemen Psikiatri, UT Health Science Center di San Antonio.
Juga, “Orang dengan skizofrenia(ODS) cenderung lebih sering menjadi korban daripada pelaku kekerasan meskipun penyakit mentalnya tidak diobati dan adanya penyalahgunaan zat sering meningkatkan risiko perilaku agresif,” kata Irene S. Levine, Ph.D, psikolog dan penulis mitra buku Skizofrenia for Dummies .
3. Skizofrenia merupakan salah satu cacat karakter.
Malas, kurang motivasi, lesu, mudah bingung … daftar “kualitas” Orang dengan skizofrenia (ODS) yang semacam itu tampaknya telah berlangsung terus.
Namun, gagasan bahwa skizofrenia adalah cacat karakter “tidak lebih realistis dari menyatakan bahwa seseorang bisa mencegah serangan epilepsi jika ia benar-benar ingin atau bahwa seseorang dapat ‘memutuskan’ untuk tidak memiliki kanker jika ia makan makanan yang tepat.
Apa yang sering muncul sebagai cacat karakter justru adalah gejala-gejala skizofrenia, “tulis Levine dan penulis mitra Jerome Levine, MD, dalam Skizofrenia for Dummies.
4. Penurunan kognitif adalah gejala utama skizofrenia.
Tampaknya individu yang kelihatan tidak termotivasi kemungkinan besar mengalami kesulitan kognitif dengan pemecahan masalah, perhatian, memori dan pemrosesan. Mereka mungkin lupa untuk minum obat mereka. Mereka mungkin mengoceh dan tampak tidak masuk akal. Mereka mungkin memiliki kesulitan mengorganisasikan pikiran mereka.
Sekali lagi, justru inilah gejala skizofrenia, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan karakter atau kepribadian.
5. Ada orang non-psikotik dan psikotik – Ada orang normal dan orang gila.
Umum dan dokter memiliki kesamaan dalam melihat psikosis sebagai sebuah kategori – Anda psikotik atau anda bukan psikotk – bukannya melihatnya sebagai sebuah gejala berkesinambungan, kata Demian Rose, MD, Ph.D , direktur medis dari University of California, San Francisco, Program PART dan direktur Klinik UCSF Awal Psikosis .
Misalnya, kebanyakan orang akan setuju bahwa individu tidak tertekan atau bahagia begitu saja. Ada derajat dari depresi, mulai dari melankolis ringan satu hari sampai depresi klinis mendalam, yang melumpuhkan.
Demikian pula, gejala skizofrenia bukan merupakan proses otak yang secara fundamental saling berbeda, tapi terletak pada sebuah kesinambungan dengan proses kognitif yang normal, kata Dr Rose.
Halusinasi auditori/pendengaran mungkin tampak sangat berbeda tapi seberapa sering Anda memiliki lagu terjebak di kepala Anda yang bisa anda dengar dengan cukup jelas?
6. Skizofrenia berkembang dengan cepat/mendadak.
“Sangat langka terjadi adanya penurunan drastis fungsi,” kata Dr Rose.
Skizofrenia cenderung untuk berkembang perlahan. Tanda-tanda awal biasanya muncul pada masa remaja. Tanda-tanda ini biasanya termasuk penurunan prestasi sekolah, sosial dan pekerjaan, kesulitan mengelola hubungan dan masalah dengan mengorganisir informasi, katanya.
Sekali lagi, gejala-gejalanya berada dalam sebuah rentang. Pada tahap awal skizofrenia itu, seseorang mungkin tidak mendengar suara-suara. Sebaliknya, ia mungkin mendengar bisikan, yang tidak bisa keluar. Pada periode “prodromal” ini – sebelum timbulnya skizofrenia – adalah waktu yang tepat untuk adanya campur tangan dan mencari bantuan medis.
7. Skizofrenia adalah murni genetik.
“Penelitian telah menunjukkan bahwa dalam sepasang kembar identik (yang berbagi genom identik) prevalensi penyakit berkembang adalah 48 persen,” kata Sandra De Silva, Ph.D , co-direktur pengobatan psikososial dan direktur outreach di Staglin Music Festival Center for the Assessment and Prevention of Prodromal States ( CAPPS ) di UCLA, departemen psikologi dan psikiatri.
Karena faktor-faktor lain juga terlibat, sangat mungkin untuk mengurangi risiko berkembangnya penyakit, ia menambahkan. Ada berbagai program prodromal yang berfokus pada membantu-remaja orang dewasa di usia resiko.
Seiring dengan faktor genetika, penelitian telah menunjukkan bahwa stres dan lingkungan keluarga dapat memainkan peran besar dalam meningkatkan kerentanan seseorang untuk terjadinya psikosis.
“Meskipun kami tidak dapat mengubah kerentanan genetik, kita dapat mengurangi jumlah stres dalam kehidupan seseorang, membangun ketrampilan menghadapi untuk memperbaiki cara kita menanggapi stres, dan menciptakan kunci pelindung terendah, lingkungan keluarga tenang tanpa banyak konflik dan ketegangan dengan harapan untuk mengurangi risiko pengembangan penyakit, “kata De Sliva.
8. Skizofrenia yang tak tersembuhkan.
“Meskipun skizofrenia tidak dapat disembuhkan, ini merupakan penyakit kronis yang bisa dirawat dan dikelola secara nyata, sama seperti diabetes atau penyakit jantung,” kata Levine.
Kuncinya adalah mendapatkan pengobatan yang tepat untuk kebutuhan anda. Lihat Hidup dengan Skizofrenia di sini untuk mendapat info lebih rinci.
9. Penderita perlu dirawat di rumah sakit.
Kebanyakan individu dengan skizofrenia “hidup baik dalam masyarakat dengan pengobatan rawat jalan,” kata Velligan.
Sekali lagi, kuncinya adalah pengobatan yang tepat dan mengikuti pengobatan itu, terutama minum obat yang diresepkan.
10. Orang dengan skizofrenia tidak dapat menjalani kehidupan yang produktif.
“Banyak orang dengan skizofrenia bisa menjalani kehidupan yang bahagia dan produktif,” kata Velligan.
Dalam studi 10 tahun dari 130 individu dengan skizofrenia dan penyalahgunaan zat – yang terjadi bersamaan pada hampir 50 persen pasien – dari New Hampshire Dual Diagnosis study, banyak yang meraih kendali atas kedua jenis gangguan tersebut, mengurangi episode kambuh mereka dan kecenderungan tunawisma, hidup mandiri dan mencapai kualitas hidup yang lebih baik (Drake, McHugo, Xie, Fox, Packard & Helmstetter, 2006).
Secara khusus, “62,7 persen dapat mengendalikan gejala skizofrenia; 62,5 persen mencapai remisi secara aktif dari penyalahgunaan zat; 56,8 persen dalam situasi hidup mandiri; 41,4 persen dipekerjakan secara kompetitif; 48,9 persen telah melakukan kontak sosial biasa dengan yang bukan pelaku penyalahgunaan zat, dan 58,3 persen menyatakan kepuasan hidup secara keseluruhan. “
11. Pengobatan membuat penderita seperti zombie.
Ketika kita berpikir tentang obat antipsikotik untuk skizofrenia, kami akan secara otomatis memikirkan kata sifat seperti lesu, lesu, tidak tertarik dan kosong. Banyak yang percaya obat-obatan lah yang menyebabkan gejala macam ini.
Namun, umumnya gejala-gejala ini baik dari skizofrenia itu sendiri atau bisa juga karena dosis yang kurang tepat. Reaksi seperti Zombie “relatif kecil, dibandingkan dengan jumlah pasien yang belum pernah dicoba untuk diberi pengobatan yang tersedia,” menurut Dr Torrey dalam buku Surviving Skizofrenia.
12. Obat antipsikotik lebih buruk daripada penyakit itu sendiri.
Obat adalah pengobatan utama skizofrenia. Obat antipsikotik secara efektif mengurangi halusinasi, delusi, pikiran dan perilaku aneh membingungkan.
Senyawa ini dapat memiliki efek samping yang berat dan bisa berakibat fatal, tapi hal ini sangat jarang sekali terjadi.
“Obat antipsikotik, sebagai kelompok, adalah salah satu kelompok obat paling aman yang digunakan umum dan merupakan kemajuan terbesar dalam pengobatan skizofrenia yang telah terjadi sampai saat ini,” tulis Dr Torrey.
13. Orang dengan skizofrenia tidak pernah dapat kembali berfungsi normal.
Tidak seperti demensia, yang memburuk dari waktu ke waktu atau tidak membaik, orang dengan skizofrenia bisa baik kembali, kata Dr Rose.
Tidak ada garis batas yang setelah diseberangi mengakibatkan tidak ada harapan lagi untuk orang dengan skizofrenia, ia menambahkan.
Referensi:
Drake, R.E., McHugo, G.J., Xie, H., Fox, M., Packard, J., & Helmstetter, B. (2006). Ten-Year Recovery Outcomes for Clients With Co-Occurring Schizophrenia and Substance Use Disorders>. Schizophrenia Bulletin, 32, 464-473.
Penn, D.L., Chamberlin, C., & Mueser, K.T. (2003). The effects of a documentary film about schizophrenia on psychiatric stigma. Schizophrenia Bulletin, 29, 383-391.
Artikel tersebut diterjemahkan oleh Mas Bagus Utomo dari : http://psychcentral.com/lib/2010/illuminating-13-myths-of-schizophrenia/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar